Menulis mengikat pengetahuan, mengabadikan kenangan, membagi kebahagiaan

Thursday, September 10, 2020

JILBAB MARUN


Setelah menunggu sekitar 15 menit bus yang kutunggu datang juga, meskipun bukan AC. Ternyata penumpang bus ini cuma sedikit. Sepasang lelaki-perempuan sepertinya suami-istri, dua siswa SMK, seorang lelaki muda usia sekitar 20an dan aku. Kalau ditambah sopir di depan dan kondektur di belakang sana, hanya ada 8 orang dalam kendaraan besar ini. 

Di daerah Kebun Empat seorang wanita paruh baya, naik. Sekarang kami jadi bersembilan menikmati perjalanan sore ini.


Lelaki muda itu turun di Mulang Maya, dua anak SMK turun di Ogan Lima, ibu paruh baya turun di Cahaya Negri, suami-istri itu turun di Pulau Panggung. Hari mulai gelap, sudah lewat waktu magrib. Tinggal aku saja penumpang yang belum turun.


Kondektur itu sekarang duduk di kursi tepat di depanku, nampaknya Ia kelelahan, kakinya diluruskan. Dalam hati aku bertanya-tanya, berapa mulut yang harus ia beri makan?, masih kecilkah anak(-anaknya)?, apakah anaknya sedang menunggu-nunggu kepulangannya? seperti anak-anakku yang berkali-kali mengirim pesan kapan sampai?. Tidak sopan rasanya kalau aku bertanya langsung, jadi aku diam saja, sambil membalas pesan-pesan yang masuk di ponselku.

Akhirnya aku sampai di tujuan, sebelum melompat turun aku menoleh padanya sambil tersenyum

"Makasih ya Pak, Bu..." 

"Iya..."

Kondektur itu membalas ucapanku sambil tersenyum juga. Cahaya lampu yang temaram membuat kerudungnya yang berwarna marun terlihat lebih gelap.


Bukit Kemuning 26 September 2019

No comments:

Post a Comment

Catatan Delia

PERANGKAP HEBAT SOMA

Saya sedang berusaha merapikan koleksi buku bacaan anak yang saya bawa dari rumah Bandar Lampung ke rumah Cinta Manis. Tadinya buku-buku i...