Menulis mengikat pengetahuan, mengabadikan kenangan, membagi kebahagiaan

Tuesday, September 15, 2020

LASMI

Senja itu langit berwarna keemasan dan awan merah mulai nampak di cakrawala. Di depan toko besi Mega Baja dekat bundaran Haji Mena, sebuah bus antar kota jurusan Rajabasa-Kasui berhenti. Beberapa penumpang turun dan segera berlalu dengan kendaraan yang menjemput mereka, sebagian lagi memilih naik ojek yang banyak terdapat di sana. Suasana semakin ramai, warung-warung tenda sudah berdiri, harum aroma beraneka masakan merebak di udara. Pada kabel-kabel listrik yang membentang, kerumuman burung Sriti bertengger berjajar, sebagiannya lagi terbang kesana-kemari, hiruk pikuk menyambut datangnya malam. Sementara itu Lasmi mulai gelisah. Sudah lebih dari satu jam ia berdiri di tempatnya menunggu jemputan. Melalui pesan WA yang dikirimnya kemarin, Andri, calon suaminya, berjanji akan menjemputnya.


Sekarang langit sudah benar-benar gelap. Lasmi sudah lelah berdiri, perutnya juga kelaparan. Ia memutuskan untuk masuk ke salah satu warung tenda, memesan seporsi pecel lele dan segelas teh panas. Segar sekali rasanya ketika teh manis panas itu melewati kerongkongannya. Perlahan, ia keluarkan Hape dari dalam tas, dibacanya lagi pesan-pesan dari Andri. Hari ini kekasihnya itu pasti sibuk sehingga susah untuk dihubungi. Lelaki itu, dikenalnya Tiga bulan yang lalu. Mereka bertemu di Pinusan, sebuah lokasi ekowisata di Lampung Barat. Andri mengaku tinggal di Bandar Lampung dan bekerja sebagai karyawan sebuah perusahaan swasta, sedangkan Lasmi sendiri tinggal di Ujan Mas, sebuah desa di dekat area Pinusan, sehari-hari Lasmi bekerja di toko pakaian milik kerabatnya. Setelah bertukar nomor telepon, mereka berdua mulai sering mengirim pesan dan video call. Hingga suatu hari Andri menyatakan cintanya dan bermaksud meminang Lasmi sebagai istri. Hati Lasmi berbunga-bunga menerima cinta Andri. Bayangan pernikahan dan pergi dari desanya menari-nari dibenaknya. Ya, sudah lama Lasmi merasa bosan tinggal di desanya. Gadis Dua puluh tiga tahun itu merasa terperangkap di kampungnya sendiri. Teman-teman seusianya sudah menikah, bekerja atau merantau ke Jawa. Lasmi juga ingin melihat dunia di luar sana. Kedua orang tua Lasmi sudah meninggal ketika ia berusia tujuh tahun. Sejak saat itu, Lasmi diasuh oleh Bibi, adik dari ibunya. Kini Lasmi bekerja di sebuah toko dan mengerjakan tugas sehari-hari di rumah bibinya itu.

Nasi di piring Lasmi sudah habis, rupanya Ia benar-benar kelaparan. Teh dalam gelas Lasmi masih tersisa seperempat lagi, ketika dua lelaki muda masuk ke warung tenda itu. Mereka duduk di meja sebelah Lasmi, sehingga ia bisa mendengar dengan jelas percakapan mereka.

"Makan yang banyak Bro, gua yang traktir" kata lelaki yang memakai jaket hitam itu pada temannya.
"Aseek, tumben nih, lagi banyak duit lo?" Jawab si teman kegirangan. Sambil membuka topi merahnya, diraihnya daftar menu warung itu.
" Gua barusan dapet duit dari Andri" jawab si jaket hitam.
"Utangnya waktu main dulu itu?" Sahut si topi merah.
"Yoi, lumayan lah, baru bayar setengahnya dia, Lima juta, setengahnya lagi ntar katanya, minggu-minggu ini. Awas aja kalo dia nggak bayar, gua kan tahu rumah sama keluarganya"
"Udah kerja lagi tah si Andri, punya duit dia sekarang " si Topi merah bertanya, sambil meraih gelas kopi.
" Tau deh, cuman denger-denger sih dia dapet cewek waktu jalan-jalan ke Pinusan, suka ngasih duit tuh ceweknya, cinta mati kayaknya" jawab si jaket hitam.

Lasmi terkesiap, mendengar nama Andri dan Pinusan. Mungkinkah itu Andri yang dikenalnya, pikir Lasmi. Laki-laki itu memang pernah meminjam uang padanya, Sepuluh juta rupiah. Lasmi tidak punya uang sebanyak itu, maka mula-mula ia mengambil tabungannya sebanyak tiga juta rupiah, mengirimkannya pada Andri yang mengaku harus membiayai operasi Ayahnya. Lalu Lasmi mengirimkan semua gaji dan bonus yang didapat bulan berikutnya sebanyak dua juta rupiah. Karena masih kurang, Lasmi menjual kalung dan cincin hasil kerjanya bertahun-tahun sejak lulus SMA, uang itu ia kirimkan kemarin dengan tergesa-gesa karena Andri mengaku Ayahnya harus dioperasi hari itu juga. Hari ini Lasmi bermaksud menjenguk calon ayah mertuanya, meskipun awalnya melarang, tapi akhirnya Andri berjanji akan menjemputnya. Kekasihnya itu menyuruhnya menunggu di bundaran Haji Mena, ia berjanji akan menjemputnya.

Lasmi menggeser posisi duduknya, ia harus memastikan apakah Andri yang dibicarakan oleh kedua lelaki itu adalah kekasihnya.
Kedua lelaki itu sudah selesai makan. Si Jaket merah membaca pesan yang baru masuk di Hapenya.
"Cabut yok, ngambil duit tempat Andri udah dapet dia yang lima juta" ajaknya pada temannya.
" Aseek, besok-besok ajak main lagi si Andri Bos, pesta terus kita, hahaha".

Lutut Lasmi bergetar, tungkainya terasa lemas. Dia hampir tak mendengar apa yang dikatakan pemilik warung, saat menanyakan apakah Lasmi sudah selesai makan. Tiba-tiba Lasmi sadar, dia harus mengejar kedua lelaki tadi dan mencari tahu di mana rumah Andri. Tapi terlambat, sepeda motor kedua lelaki itu sudah melaju di jalan raya. Lasmi mematung beberapa saat, lalu masuk kembali ke dalam warung, membayar makanannya dan meraih tasnya. Lasmi ingin pulang, malam ini juga.

2 comments:

  1. Kasihan Lasmi. Untung belum nikah. Jadi terbawa ceritanya aku. ;-(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mbak, untung juga ini murni fiksi. Makasih ya udah baca di sini 🤗😊

      Delete

Catatan Delia

PERANGKAP HEBAT SOMA

Saya sedang berusaha merapikan koleksi buku bacaan anak yang saya bawa dari rumah Bandar Lampung ke rumah Cinta Manis. Tadinya buku-buku i...