Menulis mengikat pengetahuan, mengabadikan kenangan, membagi kebahagiaan

Tuesday, September 8, 2020

ANTARA AKU, SI NONI DAN PANGERAN DARI PERSIA (Bagian 2)

 



Noni membuat rumah jadi ramai.  Ibu-ibu komplek datang sekedar melihat atau mencoba keahlian Noni. Hari-hari itu, pekerjaan utama Noni adalah memperbaiki sesuatu; daster sobek, baju kebesaran, celana kepanjangan, karet kedodoran, kancing lepas dan sebagainya.  Mereka yang datang, akhirnya sampai pada kesimpulan yang sama bahwa menjahit itu menyenangkan, mudah dan tidak ribet. Menjahit loh ya, tidak termasuk mengukur, dan membuat pola.


Seiring waktu berlalu, racun yang ditebarkan Noni mulai bekerja.  Teman-teman Noni yang semula diabaikan tuannya, eh Nyonya, mulai mendapat perhatian, mereka berfungsi kembali, tidak lagi diam membisu di sudut ruangan atau terlupakan di seberang lautan. Mereka kembali menjadi pemeran utama, di panggungnya masing-masing.  Saat itulah saya menyadari kekuatan racun Noni, dan saya pun memutuskan untuk tidak minum racun ini sendirian.


Korban mulai berjatuhan, terguling-guling kesenangan terkena racun Noni. Dimulai dari orang-orang dekat, orang-orang agak jauh, sampai pada mereka yang bilang saya kurang kerjaan, akhirnya mengadopsi salah satu saudara Noni. Rasakan !.


Pengalaman menjahit saya  dimulai pada tahun 1997, saat itu saya kelas 2 SMA.  Dimulai dari keinginan saya untuk berhijab, setelah seorang guru meminjamkan sebuah buku terjemahan berjudul "Fikih Wanita".  Dari buku itu, terang benderang saya tahu, menutup aurat adalah wajib hukumnya bagi perempuan yang sudah baligh. Masalahnya, orang tua saya tidak setuju kalau anak gadisnya satu-satunya pakai jilbab, nanti saja kalau sudah kuliah, begitu jawabnya tiap kali saya utarakan niat berhijab.  

Satu-persatu teman sekolah mulai berhijab, dan itu membuat hati saya bergemuruh tiap kali melihatnya, iri, cemburu, mudah sekali bagi mereka, jalan untuk berhijab.  Dan rupanya teman-teman saya tidak tinggal diam.  Suatu hari, sepulang sekolah, mereka memberi saya satu kantong plastik besar, isinya seragam putih-abu dan pramuka, jilbab kaos, ciput, mitela, dan manset.  Itu adalah hadiah yang sangat indah.


Dan semuanya dimulai, karena "Size Does Matter". Rok seragamnya kepanjangan.  Pada akhir pekan, berbekal jarum, benang dan silet, saya mengurung diri di kamar, susah payah memendekkan rok abu-abu dan pramuka. Saya kira itulah karya jahit saya yang paling istimewa, permak dua pasang seragam SMA.  


Hari seninnya saya resmi berhijab ke sekolah, sekaligus mengukuhkan stempel yang lama disematkan sejak kecil, keras kepala, ndableg, stubborn.  

Tapi sebenarnya bukan kisah itu alasan utama kenapa saya tertarik pada dunia jahit-menjahit.  Adalah seorang pangeran dari Persia yang menyadarkan saya untuk bisa membuat suatu karya, yang bisa mewakili kehadiran si pembuat lewat karya itu.


Bersambung

No comments:

Post a Comment

Catatan Delia

PERANGKAP HEBAT SOMA

Saya sedang berusaha merapikan koleksi buku bacaan anak yang saya bawa dari rumah Bandar Lampung ke rumah Cinta Manis. Tadinya buku-buku i...