Menulis mengikat pengetahuan, mengabadikan kenangan, membagi kebahagiaan

Saturday, October 31, 2020

A Little Bug And The Sunflower

 



"What a beautiful day" !, Said a little brown smelly bug. It sat on a leaf of a blooming sunflower. 

"What a bright and warm morning" said the sunflower.

"Tell me bug, why did you smell so bad when someone do bad things to you?"

"Well... in short i've found out that crying doesn't solve my problems, yet i have this smelly thing inside me and it keeps me save".

"Well done little bug, its a lovely morning isn't it? 

"It is..., by the way why did they called you Sunflower?"

" it needs a lot of time to tell the whole story"

"Don't worry, i have plenty of time, nobody bothers me, i have the smelly thing"

So they talked and talked and talked...happily ever after.


The End.


Bukit Kemuning, Lampung Utara 01 November 2018

EKSPRESI CINTA DALAM MAULID NABI

 

Engkaulah rasul mulia

Pembawa pelita jiwa

Engkaulah rasul idola

Tauladan ummat sedunia


Shalawatku kepadamu

yang merindu syafaatmu

di hari yang tak menentu

Ya Rabb kabulkan harapanku


Duhai kekasih ilahi

kekasih hati imani

hadirlah engkau disini

walau sekedar dalam mimpi


Kutahu engkau bimbangkan

ummatmu yang kau tinggalkan

terjerembab dalam ujian

ridhokan seruan setan


(Rasul Idola, Nasyid Suara Persaudaraan)


Beberapa hari ini, masjid-masjid di sekitar tempat tinggal saya meriah dengan perayaan maulid Nabi Muhammad SAW. Syahdu suara pengajian Al Quran dan ceramah-ceramah yang disampaikan terdengar sampai ke rumah. Langit yang cerah menjelang purnama, membuat saya terbawa suasana, rasanya seperti sedang menikmati malam puasa Ramadan.

Saya teringat kembali pada masa kanak-kanak, ketika perayaan maulid Nabi selalu menjadi salah satu acara yang ditunggu-tunggu. Jujur saja dulu kami tidak terlalu faham apa itu maulid Nabi, selain sebagai peringatan kelahiran sang rasul. Sebagai anak-anak kampung, yang kami tahu malam itu sangat hidup, mushola ramai didatangi warga, laki-laki dan perempuan, yang biasa ikut sholat berjama'ah maupun tidak. Anak-anak apalagi, tumpah ruah, baik yang sehari-hari mengaji di mushola maupun tidak. Malam itu kami semua bergembira merayakan maulid. Pak Ustadz berceramah mengingatkan sejarah kelahiran sang rasul akhir zaman, dan kami anak-anak mendengar dengan khidmat sambil sesekali menjahili kawan, menunggu acara pembagian makanan.

Semakin dewasa, semakin kusadari maulid Nabi bukan sekedar sebuah perayaan biasa. Ia adalah perayaan cinta kepada manusia paling sempurna, bentuk syukur kepada Allah Yang Maha Kuasa, atas diutusnya sang Nabi bagi seluruh umat manusia, pembebas umat dari kejahiliyahan. Sebuah ungkapan rasa syukur bahwa kami telah menjadi salah satu umatmu, yang berharap kelak mendapat bagian syafa'at di hari manusia mempertanggungjawabkan apa-apa yang ia lakukan selama hidup di dunia.

Maafkan kami ya rasulallah, yang baru mampu mencintaimu lewat kata-kata. Maafkan kami yang tertatih-tatih mengikuti sunnahmu. Maafkan kami ya rasulallah, yang mengaku mengidolakanmu tapi merasa sangat berat mengikuti jalanmu.  Sesungguhnya kami sangat ingin menjadi umat yang layak engkau banggakan.  Semoga Allah yang berkuasa membolak-balikkan hati, menetapkan kami dalam agama ini, menguatkan cinta kami kepada Sang Nabi dan memampukan kami menjadi seorang muslim sejati, Aamin.

Tanjung Senang, Bandar Lampung 31 Oktober 2020

Friday, October 30, 2020

MENGENAL SATWA INDONESIA DALAM BUKU HUS! HUS! (REVIEW BUKU)

 

Kira-kira setahun yang lalu, Taman Baca Beniso mendapat kiriman donasi buku dari salah satu donatur dari Jakarta. Semuanya buku baru, di antara buku-buku yang dikirimkan itu adalah buku cerita bergambar yang berjudul 'Hus! Hus!". Buku ini dikarang oleh Izzah Annisa sedangkan ilustrasinya dibuat oleh Aprilia Muktirina. Dicetak pertama kali pada bulan Januari 2019 oleh Noura Books, menggunakan kertas art paper yang glossy dan cukup tebal, terdiri atas 24 halaman.

Cerita dimulai dengan gambar beberapa badak yang sedang kepanasan karena matahari bersinar terang dan menyengat. Para badak terlihat kegerahan, berkeringat dan berusaha mendinginkan badan dengan minum jus, berkipas-kipas dengan daun bahkan juga dengan kipas angin. Salah satu badak ada yang memakai baju batik, berarti ini badak Indonesia, bukan badak Afrika. Rupanya beberapa saat kemudian para badak sudah menemukan solusi menghilangkan rasa gerah, yaitu dengan berkubang dalam lumpur. Tapi ada satu badak kecil yang enggan berkubang karena takut kotor dan bau, namanya Sero.

Sero si badak kecil berusaha mendinginkan badan dengan cara lain.  Tapi, masalah lain muncul, Sero dihinggapi serangga, lalat-lalat mulai mengerumuni Sero, makin lama makin banyak. Sero dan burung kecil yang selalu menemaninya berusaha mengusir mereka,tapi karena tidak berhasil, Sero dan temannya pun berusaha kabur. Sialnya, kemanapun Sero pergi, lalat-lalat itu tetap mengikuti, sampai Sero hampir jatuh ke kubangan lumpur. Kira-kira Sero mencebur ke dalam lumpur tidak ya?.

Cerita dan ilustrasi dalam buku ini menarik sekali. Tokoh Sero si badak kecil dan teman-temannya dalam buku ini, ditampilkan memiliki dua cula, artinya Sero bukan badak Ujung Kulon yang bercula satu. Memangnya ada badak di tempat lain di Indonesia selain di Ujung Kulon?. Ada dong, namanya Badak Sumatra nama ilmiahnya Dicerorhinus sumatrensis. Sepertinya dari sini lah asal muasal nama Sero. Sesuai namanya, Badak ini bercula dua dan berasal dari pulau Sumatra. Untuk lebih menambah kesan lebih khas Indonesia, ada badak yang digambarkan memakai baju batik. Burung kecil yang selalu berada di dekat Sero sesuai dengan kenyataan bahwa biasanya burung jenis jalak menghinggapi badak untuk memakan kutu-kutu yang ada di kulit badak tersebut.

Buku ini sangat cocok untuk dibacakan kepada anak-anak. Selain menambah pengetahuan anak tentang kekayaan fauna Indonesia, orang tua juga bisa menanamkan nilai-nilai lainnya. Misalnya, persahabatan antara Sero dan burung yang setia, patuh pada nasehat orang tua, dan membiasakan berfikir untuk mencari soulusi suatu masalah. Jangan lupa untuk menyampaikan bahwa badak sumatra termasuk ke dalam satwa yang dilindungi dan dalam keadaan terancam punah. Dari sini kita bisa mengajak anak-anak untuk lebih mengenal keanekaragaman fauna Indonesia dan ikut menjaga kelestarian alam agar kekayaan flora dan fauna Indonesia tetap lestari. Selamat Membaca!.

Tanjung Senang 30 Oktober 2020, usai menikmati rengginang yang dikirim dari Serang.




Wednesday, October 28, 2020

92 TAHUN SUMPAH PEMUDA

Sejak tahun 1959, pemerintah Indonesia menetapkan tanggal 28 Oktober sebagai hari sumpah pemuda. Itu artinya sejak tahun 1959 pula rakyat Indonesia secara bersama-sama kembali mengingat keputusan kongres pemuda Indonesia tahun 1928, yang konon dituliskan pada secarik kertas. Saya jadi membayangkan, kalau saja pada zaman itu sudah ada medsos, mungkin ada peserta kongres yang mengunggah peristiwa bersejarah tersebut lengkap dengan foto kertas teksnya dan caption yang menarik.


Para pemuda yang berkumpul di kongres pemuda itu adalah orang-orang hebat yang visioner. Mereka sadar betul, sebagai bangsa yang saat itu masih terjajah oleh bangsa lain, maka kekuatan terbesar yang harus dibangun dan disusun adalah persatuan dan kesatuan, dan tentu kita semua tahu bahwa nama resmi negara Indonesia adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Coba bayangkan, gagasan bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia itu bergaung pada tahun 1928 sedangkan Indonesia merdeka pada tahun 1945, artinya ada jeda selama tujuh belas tahun. Selama kurun waktu itu gagasan persatuan ini disebarkan secara masif oleh para pemuda ke seluruh penjuru nusantara dan pada akhirnya berhasil mengangkat  harkat dan martabat bangsa Indonesia dari bangsa yang terjajah menjadi bangsa yang merdeka.


Kini, 92 tahun sudah berlalu. Apakah semangat sumpah pemuda itu masih tertanam dalam benak pemuda Indonesia zaman sekarang? Berhasilkah para orang tua mewariskan nilai-nilai sumpah pemuda kepada anak cucunya?. Ingin sekali saya menjawab tentu saja masih. Lihatlah, sampai sekarang Indonesia masih ada. Ada banyak anak-anak muda Indonesia yang berprestasi bahkan sampai tingkat dunia. Tapi saya juga tidak mau berpura-pura tidak tahu, bahwa sampai hari ini masih ada anak bangsa, muda maupun tua yang dengan mudah meremehkan bahkan merendahkan suku, agama, ras, yang berbeda dengan dirinya baik secara diam-diam di kalangannya sendiri maupun secara terbuka dan mudah terprovokasi dengan isu-isu SARA itu.


Jadi, kemana perginya semangat sumpah pemuda itu?. Sebenarnya semangat itu tidak pergi kemana-mana. Apinya masih bersemayam di dalam diri setiap pemuda Indonesia, bahkan yang sekarang sudah tidak muda lagi. Hanya saja, sebagaimana dulu api ini dinyalakan beramai-ramai oleh para pemuda zaman pra kemerdekaan, maka tugas kita adalah menyalakan kembali semangat sumpah pemuda itu di dalam diri pemuda-pemuda zaman sekarang. Stop ujaran kebencian, tanamkan semangat kebangsaan pada anak-anak kita, ajari mereka untuk mencintai budaya dan hasil karya negrinya sendiri dan beri teladan yang baik agar tidak rakus melahap kekayaan bangsa ini untuk perutnya sendiri. Didik anak-anak muda Indonesia untuk bisa berdiri tegak, bangga sebagai orang Indonesia, yang merdeka, berdaulat, terhormat dan bermartabat. Selamat Hari Sumpah Pemuda yang ke 92, Bersatu dan Bangkit bangsaku.


Tanjung Senang, Bandar Lampung 28 Oktober 2020

Tuesday, October 27, 2020

Hari Blogger Nasional



Hari ini 27 Oktober 2020, diperingati sebagai Hari Blogger Nasional di Indonesia. Sebagai blogger pemula saya ikut senang, ternyata para blogger di Indonesia diakui eksistensinya. Saya mulai mengenal blog sekitar tahun 2000an, waktu itu saya kira blog hanya semacam catatan harian pribadi yang diunggah ke internet, mungkin ini terjadi karena beberapa blog yang sempat saya kunjungi isinya berupa catatan-catatan pribadi layaknya buku diary.


Pada tahun 2011, saya mencoba membuat sebuah blog. Saat itu saya bermaksud mengabadikan kegiatan harian keluarga kami. Minimnya ilmu dan inkonsistensi membuat blog itu terbengkalai, saya akhirnya hanya menjadi pembaca saja. Beberapa catatan kejadian yang menurut saya penting, saya tulis secara manual dan sebagian tertulis sebagai status di media sosial Facebook.

Beberapa tahun belakangan ini, saya menemukan bahwa blog telah berkembang demikian rupa. Hampir semua tema yang kita cari di internet, ternyata ada blognya. Mulai dari memasak, travelling, review makanan, berkebun, menjahit, komputer, drama korea, Craft dan lain-lain. Saya jadi berpikir sepertinya blog lebih enak untuk menulis daripada media sosial lain. Secara kebetulan sekitar 2 bulan yang lalu, saya membaca sebuah iklan tentang kelas menulis dan ngeblog. Sebelumnya saya sudah pernah beberapa kali ikut kelas menulis online, tapi belum pernah ikut kelas blog, saya pun mendaftar ikut kelas itu.

Singkat cerita, saya membuat blog baru, selanjutnya membuat tulisan untuk mengisinya. Beberapa tulisan yang sempat saya buat di Facebook dan menurut saya cukup bagus, saya masukkan ke blog. Materi yang saya dapat selama pelatihan sangat berguna bagi saya, yang belajar membuat blog dari nol. Selama dua bulan, blog saya mendapat sekitar 600an viewer, beberapa tulisan saya bahkan ada yang 0 (nol) pembaca. Tapi bagi saya tidak mengapa, karena saat ini saya menulis untuk bersenang-senang. Lagipula harus diakui saya terlambat belajar, saat ini usia saya sudah 40 tahun dan baru belajar ngeblog dengan sungguh-sungguh 😁.

Kadang-kadang saya mengalami kebingungan, tentang konten apa yang mau saya unggah, sehingga isi blog jadi campur-campur seperti Capcay. Meskipun begitu saya tetap ingin suatu saat blog saya akan jadi blog yang bagus, bermanfaat, menebar kebaikan, banyak pengunjung dan menjadi rujukan bagi yang membutuhkan, lebih jauh lagi semoga bisa jadi amal jariyah buat saya.
Akhirnya pada hari ini selasa, 27 Oktober 2020 saya ucapkan "Selamat Hari Blogger Nasional" untuk semua blogger Indonesia di manapun berada. Mari berkarya dan menebar manfaat melalui blog kita.

Tanjung Senang 27 Oktober 2020, Sambil rebahan di samping Baby Ghazu.



Sunday, October 25, 2020

TOMODACHI FUYASO (SENANGNYA PUNYA BANYAK TEMAN) REVIEW BUKU



Beberapa waktu yang lalu saya membeli sebuah buku cerita anak yang berjudul "Senangnya Punya Banyak Teman". Buku ini menampilkan cover bergambar sebuah pohon besar dengan tajuk penuh bunga warna merah jambu dengan sebongkah batu yang nampak senang di bawahnya, mereka dikelilingi hewan-hewan dan anak-anak yang sedang piknik. Ini adalah sebuah buku terjemahan dari buku aslinya yang berjudul "Tomodachi Fuyaso" karangan Machiko Kumagai. Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Amenotoki dan diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama pada tahun 2016. Buku ini cukup tipis, hanya 24 halaman saja. Ilustrasinya dibuat pada tiap dua halaman, dengan gambar yang indah, ekspresif dan kombinasi warna yang cantik. Menurut keterangan pada buku, baik cerita maupun gambar dibuat sendiri oleh sang pengarang.




Dikisahkan bahwa di atas sebuah bukit, ada sebongkah batu besar yang kesepian. Meskipun banyak hewan yang bermain di puncak bukit tapi tidak satupun yang mau bermain dengannya. Hingga pada suatu hari sebutir biji merah jatuh di dekatnya. Batu sangat menyayangi biji ini, ia melindunginya dari panas, angin kencang dan hujan. Biji merah yang telah tumbuh menjadi sebatang pohon dan batu besar itu menjadi teman baik.


Ketika si pohon mulai besar, burung-burung beristirahat di dahannya, juga di atas batu. Ketika hujan turun, hewan-hewan berteduh di bawah pohon itu sambil duduk di atas batu. Ketika tahun-tahun berlalu dan si pohon makin besar, puncak bukit menjadi makin ramai di musim semi. Batu dan pohon menjadi sangat bahagia, sekarang mereka punya banyak teman dan tidak kesepian lagi.


Buku menggambarkan bagaimana kehadiran (seorang) teman bisa mengubah keadaan. Seperti tokoh Batu, yang tadinya kesepian dan bosan menjadi lebih ceria sejak kehadiran si biji merah, apalagi setelah mereka dikunjungi oleh hewan-hewan dan anak-anak. Gambar-gambar yang disajikan juga sangat mendukung ceritanya. Ekspresi wajah si Batu yang bosan, kaget, cemas dan gembira, sangat menggemaskan. 




Buku ini layak dikoleksi untuk penambah bacaan anak atau dibacakan untuk anak-anak usia dini. Menemani si bocah sambil membacakan buku ini dan mengamati gambarnya, akan jadi saat-saat yang menyenangkan. Selain membacakan teksnya, orang tua bisa mengenalkan beraneka nama hewan yang ada pada gambar, menyebutkan warna-warna, juga mengenali berbagai ekspresi wajah yang ditampilkan si Batu dan temannya. Selamat Membaca!.

RESENSI BUKU LETTIE LET’S PLAY OUTSIDE

 



Judul Buku                          : Lettie Let’s Play Outside (Yuk Bermain Di Luar)

Pengarang                          : Hardi Lim

Bahasa                                : Bilingual (Indonesia-Inggris)

Alih Bahasa                        : Cindy Kristanto

Penerbit                              : Gramedia Pustaka Utama

Cetakan                               : Pertama

Tahun Terbit                        : 2017

Tebal                                     : 44 Halaman

Sampul                                 : Soft cover

Kertas                                   : Art Paper, glossy

Lettie adalah gadis kecil berambut keriting berwarna oranye yang sangat suka bermain gawai, sehingga ia tidak suka melakukan kegiatan lain di waktu luangnya.  Semua bermula ketika Lettie  memperhatikan bahwa ibunya sering menggunakan gawai untuk melihat resep masakan dan juga sering melihat ayahnya menggunakan gawai untuk bekerja.  Orang tuanya lah yang mula-mula mengenalkan Lettie pada gawai.

 

Lettie memiliki sebuat tablet, dia suka sekali bermain dengan gawainya itu, ada permainan memasak, merajut, mewarnai dan lain-lain.  Sejak saat itu Lettie selalu sibuk dengan gawainya, ia tidak lagi peduli dengan teman-temannya, Ayahnya, dan ibunya.  Sehingga, ketika suatu hari ayah dan Ibu mengambil tabletnya, Lettie menangis.  Karena lettie sudah sangat terbiasa bersama gawainya, saat makan, sehabis mandi, gosok gigi, bahkan tidur bersama tablet kesayangannya.

 

Suatu pagi, Ayah dan Ibu mengajak Lettie bertualang.  Sepanjang perjalanan Ibu tampak menikmati pemandangan, sedangkan ayah menyetir sambil memperhatikan Lettie yang selalu sibuk bermain dengan gawainya.  Akhirnya mereka sampai di hutan dan mendirikan tenda,tetapi Lettie kembali bermain dengan gawainya sampai baterenya habis.  Lettie menjadi bosan.

 



Ibu mengajak Lettie untuk mengumpulkan ranting untuk membuat api unggun, semakin banyak ranting akan semakin hangat apinya sama seperti permainan di tablet.  Lettie pun bersemanfat mengumpulkan ranting, ia berjalan makin jauh masuk hutan.  Lettie menemukan seekor kupu-kupu yang cantik, mengikutinya, dan makin jauh lagi dari kemahnya.  Lettie mencoba bertanya pada hewan-hewan yang ia temui, tapi mereka semua sibuk bermain dengan gawainya dan mengabaikan lettie.  Akhirnya lettie pun menangis dan menangis.  Sampai seekor beruang kecil menghampirinya.  Ternyata beruang  yang baik hati itu mau menolong Lettie.  Ia mengajak Lettie untuk ke rumahnya dan meminta tolong kedua orangtuanya untuk mengantarkan Lettie kembali ke perkemahan.  Bagaimanakah perjalanan Lettie dan Beruang kecil itu menuju rumah beruang?.  Apakah keluarga beruang itu benar-benar menolongnya?. Dapatkah Lettie kembali ke kemah dan berkumpul kembali dengan kedua orang tuanya?.  Yuk baca sendiri kisah Lettie dalam buku ini.

 

Buku ini secara apik membahas masalah anak-anak yang banyak dihadapi orang tua sekarang, yaitu kecanduan gawai.  Menariknya, sejak awal penulis sudah membeberkan bahwa kecanduan gawai pada anak dimulai dari orang tuanya.  Pada akhirnya orang tuanya juga yang harus menyelesaikan masalah kecanduan ini.  Meskipun membidik segmen anak-anak, buku ini layak dibaca oleh para orang tua, terutama yang anaknya mulai kecanduan gawai.  Bagi anak-anak yang belum bisa membaca, buku ini bisa dijadikan buku dongeng sebelum tidur, kata-kata dalam buku ini jelas dan ringkas, disertai ilustrasi yang menarik.   Membacakan buku bagi anak akan merangsang daya imajinasinya dan memperkaya kosakatanya, serta membangun ikatan emosional antara anak dan orangtuanya.  Selamat membaca.

 

Friday, October 23, 2020

REVIEW BUKU INDONESIAN DELICACIES

 


Judul buku:

INDONESIAN DELICACIES 

165 popular snacks across the archipelago

Penulis: 
Hayatinufus A.L. Tobing
Cherry Hadibroto

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

Cetakan: Pertama

Tahun Terbit: 2015

Tebal : 167 Halaman

Bahasa: Inggris

Sesuai dengan judulnya, buku ini berisi tentang aneka jajanan tradisional khas nusantara. Beraneka kudapan dengan variasi rasa dari gurih, manis, sampai asam pedas dijabarkan semua. Meskipun menggunakan istilah dari jawa yaitu jajan pasar, tetapi jajanan yang dicantumkan di buku ini berasal dari seluruh penjuru nusantara.

Bagian awal buku menceritakan tentang keanekaragaman jajan pasar, jenis-jenisnya bahan-bahan utama yang digunakan dalam resep, sampai dengan aneka peralatan yang digunakan untuk membuatnya. Misalnya, di sini dijabarkan tentang jenis tepung, diantaranya tepung beras, tepung ketan, tapioka dan tepung kacang hijau, lengkap dengan contoh jajanan yang dibuat dari bahan tersebut.
Dijelaskan juga tentang perbedaan antara gula kelapa dan gula aren, penggunaan kelapa dan olahannya juga penggunaan bahan-bahan pelengkap sebagai pewarna, penambah citarasa, hiasan maupun sebagai pembungkus jajanan.
Pada bagian awal ini juga dijelaskan tentang teknik dan peralatan dalam pembuatan jajanan tradisional, mulai dari beraneka cetakan, alat masak sampai teknik membuat bungkusan dari aneka daun. Pada bagian ini penulis menekankan pentingnya persiapan dan praktek(latihan) agar dapat menghasilkan jajanan yang cantik dan lezat.

Selanjutnya, buku ini menampilkan aneka resep yang dibagi berdasarkan bahan dasarnya yaitu:
Beras dan tepung beras
Ketan dan tepung ketan
Singkong dan tepung tapioka
Pisang
Bahan-bahan lain
Kue kering
Minuman hangat dan minuman dingin serta hidangan penutup.


Semua resep mencantumkan bahan, teknik pembuatan yang jelas dan foto-foto yang sangat cantik dan menggugah selera. Pada beberapa jenis jajanan disertai keterangan khusus, terutama jajanan yang memiliki nama berbeda di daerah lain, tetapi pada dasarnya adalah jenis yang sama. Misalnya, Krasikan di Jawa Tengah ternyata bernama Alu Padeh di Sumatra Barat, atau beberapa jajanan yang berbahan sama tapi dengan sentuhan akhir yang berbeda sehingga menghasilkan jenis jajanan berbeda pula.

Menurut penulis, buku ini sangat layak untuk dimiliki, dan dapat dijadikan referensi untuk membuat aneka jajanan khas Indonesia. Dengan sampul hard cover, kertas art paper yang glossy dan lay out yang cantik, buku ini membuat pembaca bisa membayangkan kelezatan aneka jajanan yang menggugah selera.








Saturday, October 3, 2020

ANTARA AKU, HUJAN DAN KETAN

 



Aku masih penasaran dengan benda bercahaya biru di langit semalam. Maka pagi-pagi aku naik ke tempat menjemur pakaian, memastikan cahaya yang kulihat bukan dari menara pemancar sinyal telepon seluler, lagipula biasanya lampu pemancar berwarna merah atau jingga. Tidak nampak lagi benda biru itu di langit, tapi di kejauhan aku melihat sebuah menara. Mungkin cahaya semalam asalnya dari sana. Aku mengingat baik-baik posisi menara di kejauhan itu dan akan kupastikan nanti malam apakah cahaya biru itu datang dari sana. Sementara itu matahari mulai terbit, langit bersih, hanya tersaput awan sirus tipis-tipis menampilkan warna jingga yang makin lama makin terang dan memutih.

Rupanya cuaca cerah pagi ini hanya sebagai sambutan. Menjelang pukul sembilan langit mulai gelap. Suara klakson sepeda motor Bude sayur terdengar nyaring memasuki komplek. Iseng-iseng kuperhatikan klakson itu memiliki pola pendek-pendek empat kali di awal dan satu kali panjang di akhir, jika diterjemahkan sebagai sandi morse, maka polanya seperti ini ". . . . _" , pola itu artinya angka "4". Entah sengaja atau tidak si Bude berulang-ulang membunyikan angka empat, mungkin maksudnya agar kami, ibu-ibu komplek ini cepat-cepat (keluar dan membeli dagangannya).

Ketika sedang memilih sayuran, si Bude berkata :
"Besok saya nggak jualan Bu"
"Lho, mau ke mana Bude, liburan?" tanyaku.

"Enggak, kemarin itu diomongin, ponakan saya mau nikah, mau nganter"

"Oh gitu, berarti saya tak belanja sekalian buat besok", "Yang ini apa, tape?" tanyaku sambil menunjuk plastik bening berisi bungkusan daun pisang.

"Bukan, itu ketan, pakai serundeng, enak ini Bu, awet juga sampai sore nggak basi, serundengnya dipisah" jawabnya, sambil promosi.

"Oh, yang bungkusnya kecil-kecil ini serundengnya, berapa bude?"

"Tiga ribuan, ambil semua ya".

Akhirnya plastik bungkusan isi ketan itupun masuk ke dalam belanjaanku pagi ini.

Beberapa menit setelah Bude sayur berlalu, hujan pun turun. Ah, untung saja aku sudah selesai mencuci. Tadi pagi satu bak besar cucian berhasil kuselesaikan sambil memasak. Tentu saja gerombolan cucian itu tidak dikucek, alias langsung berendam air sabun sambil berputar-putar di mesin cuci. Teknologi memang seharusnya membuat pekerjaan jadi semakin ringan, Alhamdulillah.

Hujan turun terus hari ini, sampai menjelang adzan zuhur, hujan berhenti sebentar kemudian turun lagi. Barangkali, seperti bumi yang kering merindukan kehadirannya, hujan juga sebenarnya tidak kuat lagi bergelantungan di awan dan hanya melihat bumi dari atas sana. Karena ini adalah hari ketiga hujan turun berturut-turut, artinya sudah tiga hari juga aku tidak perlu menyiram bunga di halaman.

Akhir pekan, cuaca syahdu diguyur hujan, membuat mulutku kesepian. Dan itu membuatku teringat pada bungkusan ketan yang kubeli tadi pagi. Tidak lengkap rasanya kalau ketan serundeng dimakan begitu saja tanpa ditemani pelengkapnya, teh tubruk nasgitel. Maka aku menjerang air, menyeduh segelas teh dan membuka bungkusan ketan. Di luar dugaan, alih-alih ketan putih, ternyata isinya ketan hitam.

Duduklah aku menghadapi meja berkaki pendek di dekat jendela. Kunikmati manis gurihnya ketan hitam dengan serundengnya sambil menyesap teh tubruk yang masih panas. Hujan yang kulihat di luar jendela, menambah nikmat rasa hidangan ini. Hingga ketika ketan itu tersisa dua-tiga suap lagi, kudengar suara tangis bayi. Kusempatkan menyesap teh tubruk sekali, lalu bergegas menuju suara itu sambil berseru "i'm coming!". Singkat cerita, beberapa puluh menit kemudian, selesailah tulisan ini.

Thursday, October 1, 2020

THANK YOU

 



Thank you

For waking up so early in the morning

For leaving your home in the cold rainy morning

For bathing in the sun, or being stuck between the walls 

and going home so late at night

To provide your family


Thank you

For teaching us how to ride, how to drive, how to dream and how to fight

For make us know which one is wrong which one is right

For being our super hero day and night


Thank you 

For every thing you do to make us survive 

For reminding us the true happiness in the afterlife

For make us know that You love us 

with all your heart.


#KLIPMARET2020

#24_03_2020

MAWAR, PESONA SI CANTIK BERDURI


Lihat kebunku penuh dengan bunga

Ada yang putih dan ada yang merah

Setiap hari kusiram semua

Mawar melati semuanya indah


Lagu di atas pasti sangat akrab di telinga orang Indonesia. Lagu anak-anak yang diciptakan oleh Ibu Saridjah Niung atau yang lebih dikenal dengan nama Ibu Soed, biasanya menjadi salah satu lagu yang diajarkan di Taman Kanak-Kanak pada tema tanaman. Bunga mawar dan bunga melati adalah bunga yang umum terdapat di halaman rumah pada masa lalu, adapun sekarang tanaman hias di pekarangan sangat bervariasi baik berupa aneka bunga maupun tanaman-tanaman eksotis. Jika bunga melati dikenal dengan warna putihnya yang indah namun bersahaja, bunga mawar justru dikenal keindahannya dengan warna merah merona. 


Catatan Delia

PERANGKAP HEBAT SOMA

Saya sedang berusaha merapikan koleksi buku bacaan anak yang saya bawa dari rumah Bandar Lampung ke rumah Cinta Manis. Tadinya buku-buku i...