Menulis mengikat pengetahuan, mengabadikan kenangan, membagi kebahagiaan

Monday, November 9, 2020

RUMAH NO 1




Rumah itu letaknya di ujung jalan komplek, bersebelahan dengan sebidang tanah yang ditumbuhi pohon-pohon jati tinggi menjulang. Di seberang area tanaman jati itu terdapat sebuah taman luas yang terlantar, sebuah panggung permanen berdiri kesepian di tengah-tengahnya, sementara kolam besar yang ada di belakangnya penuh dengan azolla, teratai, kiambang dan aneka tanaman air lainnya yang tumbuh subur secara liar.
Rumah itu sendiri, konon sudah lebih dari 6 tahun kosong tanpa penghuni, menurut kabar yang beredar penghuni sebelumnya pindah karena sang Nyonya penghuni rumah tersebut telah meninggal dunia, sebagian lagi mengatakan pindah karena sudah pensiun.

Perempuan itu melangkah turun dari pintu mobil sambil menggendong bayi berusia 3 bulan. Sudah hampir magrib ketika ia dan keluarga yang mengantarkannya kota Bandar Lampung sampai ke komplek pabrik gula di pelosok bumi sriwijaya ini. Cahaya lampu bohlam kuning temaram berpadu dengan suasana senja, rumput alang-alang yang hampir setinggi lutut orang dewasa memenuhi halaman, sebatang pohon salam yang tingginya melebihi atap rumah tumbuh di halaman samping melengkapi suasana magis yang mereka rasakan. Di sinilah petualangan sebagai perantau dimulai.

Beberapa hari kemudian...
Seorang tetangga datang menyapa, ketika itu Ia sedang membersihkan halaman.

"Bu Fahmi, anaknya apa lagi sakit?" tanya sang tetangga.

"Enggak Bu, Alhamdulillah. Memangnya kenapa ya?".

"Semalam saya dengar kaya suara bayi nangis terus dari sini".

"Semalam anak saya tidur nyenyak Bu, jadi mungkin itu suara anak lain".

"Oh...." .

Setelah bercakap-cakap sebentar, tetangga itu pun pulang.


Perempuan yang dipanggil Bu Fahmi itu masuk ke dalam rumah, telepon genggamnya berdering, ibunya dari kampung, menanyakan kabar.

" Anakmu nangis terus nggak di situ, kayak pas baru datang itu"?

"Alhamdulillah Enggak, ya kadang nangis terus diam, kayak umumnya bayi-bayi"

"Syukurlah... kamu sendiri ngalami yang aneh-aneh nggak?"

"Hmmm...enggak ada kayaknya, biasa aja, memangnya kenapa?"

"Waktu itu ya... malam -malam pas kita nyampe Makwo kamu dengar suara anak-anak kecil pada main ketawa-tawa di bawah pohon salam itu".

"Ya, mungkin ada anak-anak lewat pada bercanda, kan di sebelahnya pohon salam dan kebun jati itu ada jalan".


Hari-hari berlalu dan kisah-kisah bertambah. Sosok perempuan berambut panjang, makhluk tinggi besar berbulu hitam, ular sebesar tiang listrik, suara tangis, suara tawa, berselang-seling diceritakan orang-orang yang katanya melihat, berpapasan atau mendengarnya di sekitar rumah keluarga Bu Fahmi.

Bu Fahmi tidak pernah ambil pusing dengan cerita-cerita tetangganya. Selama musim giling, suaminya mendapat giliran shift malam dua kali dalam sepekan, otomatis selama dua malam itu ia berdua saja dengan bayinya. Ia tidak pernah takut dengan hantu atau setan, ia justru lebih khawatir kalau ada orang jahat yang menyelinap masuk rumah, apalagi rumah mereka halaman depan dan belakangnya masih terbuka tanpa pagar. Itulah sebabnya tiap kali ditinggal shift malam, Bu Fahmi selalu memastikan untuk mengunci pintu dan Jendela sebelum tidur dan banyak-banyak berdoa agar tidak diganggu baik oleh golongan jin, setan maupun manusia.

Suatu malam, suara orang tertawa terkikik-kikik terdengar dari belakang rumahnya. Anaknya yang sekarang sudah sekolah di Taman Kanak-Kanak, hampir menangis karena ketakutan. Bu Fahmi mengambil sebilah parang dan senter, ia tidak keluar rumah, melainkan menggedor pintu dapur kuat-kuat sambil membentak dengan lantang

"Woy, ngapain kamu di situ?, pergi !"

Kemudian ia mengajak anaknya masuk ke kamar, mengunci pintunya rapat-rapat. 

"Jangan takut sayang, itu cuma musang", Bu Fahmi memeluk anaknya agar bocah itu tidak ketakutan.

"Tapi, kok, suaranya kayak setan Mi?"

"Suara musang memang begitu, kayak orang ketawa".

Akhirnya ibu dan anak itu tertidur, sampai pagi hari, tidak kejadian apa-apa malam itu.


Pada malam berikutnya, suami Bu Fahmi sedang libur, mungkin karena kelelahan, ia tertidur di depan TV yang masih menyala. Sementara itu Bu Fahmi dan anaknya tidur di kamar. Tiba-tiba terdengar suara yang keras sekali 

"Brakk!!", "Gedebugh!".

Plafon kamar yang terbuat dari asbes ambrol, tepat di atas tempat tidur Bu Fahmi dan anaknya. Tidak hanya itu, seekor binatang berbulu lebat, seukuran kambing kecil jatuh di atas kasur.

"Allahu Akbar!", Bu Fahmi bertakbir kuat-kuat saking kagetnya. 
Ia langsung memeluk anaknya yang nampak syok, pecahan plafon berserakan di kasur. 
 
"Kamu luka nggak sayang?"

"Enggak Mi, tapi aku takut".

Di sudut kamar, seekor hewan liar berkaki empat mendengking-dengking, sepertinya hewan itu juga kebingungan dan ketakutan. Suami Bu Fahmi yang kaget, terbangun dan masuk ke kamar sambil membawa sebuah pentungan kayu, mencoba mengusir hewan itu.

"Jangan dibunuh!" Kata Bu Fahmi.

"Kenapa?Binatang apa ini?" Tanya Pak Fahmi.

"Kayaknya itu musang, makan buah rambutan di sebelah rumah, itu lihat kotorannya berceceran".

Di lantai kamar dan ruang tengah kotoran hewan itu berceceran, terlihat jelas kalau itu adalah biji rambutan. Pak Fahmi membuka pintu-pintu belakang dan menghalau hewan itu keluar. Keesokan paginya, Pak Fahmi mendatangi rumah tetangga sebelah, minta izin untuk memangkas dahan yang tumbuh ke arah atap dapur, dari sanalah musang itu bisa masuk melalui celah Plafon yang rusak.
Selain musang itu, beberapa kali rumah nomor satu itu didatangi ular. Sebagian ular-ular itu mati diterkam kucing yang tinggal di rumah. Sebagian lagi dihalau Bu Fahmi ke kebun jati.

Hari-hari berikutnya masih banyak cerita-cerita seram tentang rumah itu disampaikan oleh warga komplek kepada Bu Fahmi, tapi perempuan itu bergeming. Ia dan keluarganya bertahan di rumah itu sampai sembilan tahun, hingga akhirnya mereka harus pindah karena suaminya dimutasi. Ia sendiri percaya keberadaan makhluk-makhluk tak kasat mata. Sebagian dari mereka hidup dalam keadaan yang berbeda dengan manusia dan berstatus sesama makhluk Tuhan, mereka bukan majikan bukan pula pelayan yang perlu ditakuti atau diberi sesajian. 


Sebuah kisah nyata, Bandar Lampung 31 Oktober 2020

Cerita ini ditulis sebagai partisipasi dalam Kolaborasi cerita horror.

Baca cerita-cerita horor lainnya di sini ya:

01. Ria http://omahria.blogspot.com/2020/11/tabir-nuraini.html

02. Evi https://biruisbluish.blogspot.com/2020/11/sampaikan-salam-sayangku-i.html

03. Iim
https://iimhappypills.blogspot.com/2020/11/misteri-aroma-melati.html

04. Widhi
https://ecchan.wordpress.com/2020/11/10/horror-mencoba-eksis/

05. Idah Ernawati
https://terpakukilaukata.blogspot.com/2020/11/kembar.html?m=1

06. Anastasia
https://anastasialovich.blogspot.com/2020/11/pathok.html?m=1

07. Dea
https://dee-arnetta.blogspot.com/2020/11/jangan-bermain-denganku.html?m=1

8. Imelda
https://imelcraftdiary.blogspot.com/2020/11/cerita-horor-anak-kost.html?m=1

9. Ira barus
https://menjile.blogspot.com/2020/11/gazebo-bambu-tua.html

10. Delia
https://deliaswitlof.blogspot.com/2020/11/rumah-no-1.html?m=1

18 comments:

  1. Kiambang itu seperti apa ya? Btw, metal nih Bu Fahmi 💪

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kiambang itu kayak eceng gondok tapi kecil-kecil... Bu Fahmi itu dari kecil udah dididik nggak boleh takut setan/hantu hehehehe.

      Delete
  2. WoW, kisah nyata ya Delia 👍 Endingmu jd bikin pe-de ni ama yg horor2.😘😘

    ReplyDelete
  3. Iya mbak, pengalaman pribadi. Melangkah pasti penuh percaya diri.😘😘

    ReplyDelete
  4. Hallo Mbak.. salam.. aku dari Lampung Utara. Ceritamu membuatku bernostalgia..:)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo! Wah,kita orang satu daerau ni 😘. Semoga nostalgia yang indah 😘😘

      Delete
  5. Betah amat Bu Fahmi tinggal di sana sampai 9 tahun, hebat 👍🏻

    ReplyDelete
    Replies
    1. Rumah Dinas mbak, nggak bisa milih kalau gak ada yg kosong. Makasih udah mampir 😊

      Delete
  6. Sukses bikin saya menoleh ke kanan dan kiri. mengamati rumah sendiri. Selamat, kak

    ReplyDelete
  7. Salut dengan Bu Fahmi selalu berani dan berpositif thinking. Menarik Mbak! Ditunggu cerita selanjutnya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih mbak, Bu Fahmi ini memang banyak pengalaman Horornya 😁

      Delete
  8. TOP memang Bu Fahmi ini...Saya suka..

    ReplyDelete
  9. Waduh masih ada cerita lainnya??! Satu cerita ini aja udah serem.

    ReplyDelete
  10. Tenang Kak Ira, masih banyak stoknya 😁. Makasih udah ke sini 😊

    ReplyDelete
  11. Duh, pernah ngalami kayak Bu Fahmi selama hampir 3 tahun.

    ReplyDelete

Catatan Delia

PERANGKAP HEBAT SOMA

Saya sedang berusaha merapikan koleksi buku bacaan anak yang saya bawa dari rumah Bandar Lampung ke rumah Cinta Manis. Tadinya buku-buku i...