Delia Switlof
Menulis mengikat pengetahuan, mengabadikan kenangan, membagi kebahagiaan
Sunday, January 5, 2025
CABE JAWA
Pagi itu adalah hari kedua kami liburan ke rumah Eyang. Saya bermaksud membuat sarapan namun beberapa bahan dapur sudah habis. Masih pukul enam pagi lewat sedikit ketika saya pergi ke warung tetangga di sebelah rumah.
Pulang dari warung tetangga baru kusadari, ternyata di halaman rumah Eyang ada tanaman ini. Cabe jawa (Piper retrofractum), yang meskipun bernama cabe namun sebenarnya masuk golongan tanaman sirih-sirihan. Jadi, alih-alih satu keluarga dengan cabe rawit, cabe merah, cabe hijau maupun cabe-cabean, tanaman ini justru satu keluarga dengan sirih dan lada.
Secara tradisional cabe jawa digunakan sebagai bahan jamu dan bumbu masakan seperti rendang, semur, soto, rawon dan lain-lain. Rasanya pedas menyengat dengan aroma yang khas. Sebagai bahan jamu cabe jawa dipercaya dapat melancarkan peredaran darah, meningkatkan vitalitas, mengobati influenza, masuk angin, menghilangkan lelah-letih juga pegal linu, tapi tidak termasuk lelah karena lari dari kenyataan. Salah satu jenis jamu yang menggunakan bahan tanaman ini adalah jamu cabe puyang.
Secara pribadi sebagai peminum jamu level beras kencur dan kunir asem bagi saya cabe puyang adalah jamu level puncak yang hanya akan diminum jika dilengkapi dengan perintah dan petuah dari Ibunda diiringi dengan tatapan mata dari jauh namun serupa CCTV milik NTMC Polri.
Cabe jawa adalah tanaman perennial atau tahunan, tumbuh sebagai perdu pemanjat atau merambat sebagaimana tanaman sirih dan lada, itulah sebabnya ketika menanam cabe jawa diperlukan tajar (tiang panjat) sebagai tempat rambatannya. Meskipun termasuk dalam tumbuhan berbiji (Spermatophyta) untuk keperluan budidaya perbanyakan tanaman ini dilakukan dengan stek sulur, baik sulur akar di bagian bawah maupun sulur pucuk di bagian atas.
Konon, sebelum mengenal cabe seperti cabe-cabe yang umumnya kita konsumsi sekarang, orang Indonesia khususnya masyarakat Jawa menggunakan Cabe Jawa ini sebagai pemedas masakan. Pantas saja ya, orang Jawa tidak menyebut cabe rawit, cabe merah atau cabe hijau sebagai cabe melainkan Lombok. Terjawablah teka-teki anak-anak jaman dulu yaitu kenapa kecap lombok gambarnya cabe merah bukan pulau.
#KLIP2025

Monday, January 22, 2024
PERANGKAP HEBAT SOMA
Saya sedang berusaha merapikan koleksi buku bacaan anak yang saya bawa dari rumah Bandar Lampung ke rumah Cinta Manis. Tadinya buku-buku ini sudah rapi dalam box-nya masing-masing, namun seiring berjalannya waktu nampaknya buku-buku itu juga ikut berjalan kesana kemari. Ada yang singgah di kamar tidur , di ruang tengah, bahkan ada juga yang di pojokan garasi. Yang terakhir ini biasanya karena ada yang membaca buku sambil menikmati semilir angin Ogan Ilir lalu lupa mengembalikan ke dalam box.
Perangkap Hebat Soma adalah sebuah buku yang mengisahkan pengalaman Soma, seorang anak lelaki yang ceria, lincah, kreatif dan gigih. Ia tinggal bersama keluarganya di sebuah desa. Diceritakan dalam buku ini musim menangkap belut telah tiba dan Soma ingin ikut kakaknya untuk menangkap belut-belut itu. Keadaan fisik Soma berbeda dengan saudara dan teman-temannya. Ia adalah penyandang disabilitas, kedua kakinya harus disangga alat bantu agar Ia bisa berjalan, beraktifitas dan bermain dengan anak-anak lain.
Mula-mula Soma memperhatikan cara membuat perangkap belut, lalu Ia mencoba membuat sendiri. Soma mengikuti semua langkah-langkah yang dilakukan oleh kakaknya mulai dari membuat perangkap, mencari umpan, sampai cara memasang perangkap. Keterbatasan fisik tidak menjadi halangan bagi Soma untuk melakukan semua itu.
Ini adalah sebuah buku bergambar (Picture Book) terbitan PT Kanisius bekerja sama dengan Room to Read Accelerator, terdiri atas 24 halaman berwarna. Ditulis oleh Yovita Siswati dan ilustrasinya dikerjakan oleh Hanny Juwita. Kata-kata dalam buku ini memang hanya sedikit tapi penuh makna, didukung dengan ilustrasi yang mampu menampilkan keseluruhan cerita yang benar-benar hidup. Usaha Soma untuk bisa menangkap belut sendiri ditampilkan dengan apik, khas anak-anak yang serba ingin tahu dan suka meniru.
Salah satu kelebihan buku ini ada pada karakter Soma itu sendiri, sebagai anak yang menyandang disabilitas Ia tetap percaya diri dan mandiri, demikian juga cara keluarga dan teman-temannya memperlakukan Soma, tidak ada penggambaran bahwa penyandang disabilitas itu lemah atau perlu dikasihani. Suasana pedesaan yang masih asri juga digambarkan dalam buku ini, rumah-rumah tradisional, alam yang masih hijau, serta langit malam yang bertabur bintang.
Apakah akhirnya Soma berhasil menangkap belut seperti kakak dan teman-temannya? Yuk kita baca buku ini bersama anak-anak di rumah atau di sekolah.
Cinta Manis 22 Januari 2024

Thursday, January 4, 2024
FUNICULI FUNICULA
Jika engkau bisa kembali ke masa lalu, apa yang ingin kau lakukan?.
Apakah kau ingin memperbaiki kesalahan? Menerima cinta yang dulu kau tolak? atau sebaliknya menolak cinta yang dulu kau terima? Meminta maaf? atau sekedar bertemu lagi dengan seseorang yang telah pergi?.
Namun jika kau benar-benar bisa kembali ke masa lalu namun kedatanganmu itu tidak akan bisa mengubah kenyataan yang telah terjadi, apakah kau tetap ingin melakukannya?
Setidaknya ada empat perempuan yang memilih melakukannya, Fumiko, kotake, Hirai, dan seorang perempuan bergaun putih. Mereka memilih tetap kembali ke masa lalu, dan itu mereka lakukan di sebuah kafe kecil yang antik di sudut Tokyo, nama cafenya Funiculi Funicula.
Ketika saya dan anak-anak berkunjung ke Gramedia Lampung, anak sulung saya memasukkan buku ini ke dalam tas belanja. Sejenak saya berpikir "kok, sepertinya Funiculi Funicula ini ada hubungannya dengan dunia tumbuhan atau sistem reproduksi". Rupanya secara tidak sadar ingatan saya sedang menggali sisa-sisa pelajaran di bangku kuliah dulu tentang sistem reproduksi manusia dan menemukan istilah funiculus spermaticus.
Buku ini adalah terjemahan dari novel jepang yang judul aslinya Kohi Ga Samenai Uchi Ni (Before The Coffee Gets Cold) karangan Toshikazu Kawaguchi yang terbit pada tahun 2015 di Tokyo. Edisi terjemahan bahasa Indonesia diberi judul Funiculi Funicula sesuai dengan nama kafe yang menjadi setting novel.
Fumiko Kiyokawa memutuskan kembali ke masa lalu (tepatnya seminggu yang lalu) untuk menemui kekasihnya Goro Katada yang saat itu menyatakan akan pergi ke Amerika untuk meniti karir impiannya dan meninggalkan Fumiko, kekasihnya.
Adapun Kotake adalah seorang perawat yang suaminya menderita Alzheimer dini dan lupa dengan keberadaan istrinya. Kotake ingin kembali ke masa ketika Fusagi suaminya masih mengingat dirinya dan membawa sebuah surat yang Ia kira adalah surat cinta yang tidak sempat diberikan Fusagi kepada Kotake.
Lain lagi dengan Hirai, Ia memilih kembali ke masa lalu untuk menemui Kumi adiknya yang selama ini justru selalu Ia hindari, bahkan surat-surat adiknya itupun tak pernah dibacanya, sampai suatu ketika Ia menyesal atas semua perbuatannya itu.
Ada dua lagi perempuan yang melakukan perjalanan waktu di kafe Funiculi Funicula, namun kisahnya berbeda dengan tiga perempuan di atas.
Wanita bergaun putih itu kembali ke masa lalu untuk menemui suaminya yang sudah meninggal namun karena melanggar peraturan yaitu kembali sebelum kopinya menjadi dingin, sang wanita bergaun putih itu terjebak di sana, selalu duduk di bangku yang sama.
Seorang lagi adalah Kei, istri Nagare pemilik kafe. Perempuan yang sedang hamil muda dan menderita penyakit jantung itu memutuskan untuk menjelajah waktu namun bukannya kembali ke masa lalu, Kei justru ingin ke masa depan.
Semua penjelajahan waktu itu dilakukan dengan bantuan Kazu sang barista kafe. Ia hanya akan membantu mereka setelah mengingatkan tentang peraturan-peraturan yang harus dipatuhi oleh pelaku penjelajah waktu dan konsekuensi pelanggaran peraturan itu. Kazu juga selalu mengingatkan bahwa kenyataan tidak akan berubah, meskipun mereka berhasil kembali ke masa lalu dan melakukan segala upaya untuk mengubahnya.
Entah kenapa pengarang memilih kelima tokoh yang melakukan perjalanan waktu itu semuanya perempuan. Apakah karena perempuan sering menyesali masa lalunya atau karena sebab lain?
Novel setebal 223 halaman ini cukup menarik untuk dibaca, dengan catatan pembaca harus tahan dengan lokasi setting cerita yang benar-benar terpusat di kafe Funiculi Funicula, sehingga selesai membaca buku ini rasanya seperti selesai meminum secangkir kopi lalu menyadari kita tidak berada di dalam kafe itu lagi.
Cinta Manis 04 Januari 2024
Labels:
NOVEL,
REVIEW BUKU

Subscribe to:
Posts (Atom)
Catatan Delia
CABE JAWA
Pagi itu adalah hari kedua kami liburan ke rumah Eyang. Saya bermaksud membuat sarapan namun beberapa bahan dapur sudah habis. Masih pukul...

-
A fabric basket is a very cute and useful thing that we can use to store craft supplies such as precut fabric stash, ribbons, and other th...
-
Rumah itu letaknya di ujung jalan komplek, bersebelahan dengan sebidang tanah yang ditumbuhi pohon-pohon jati tinggi menjulang. Di seberan...
-
Raja Dodore dan Ratu Lalami sedang gundah, memikirkan anaknya yaitu putri Mirela yang sedang sakit. Selama ini Putri Mirela tinggal di luar ...